Penjelasan Puasa Kafarat Karena Jima’ Serta Cara Membayarnya

Banyak godaan dan tindakan yang dapat menyebabkan batalnya seorang muslim saat melakukan ibadah puasa Ramadhan. Kali ini kita akan membahas sebuah kasus seseorang yang akhirnya wajib membayar kafarat memberi makan kepada 60 orang miskin atau kafarat puasa. Simak penjelasan lengkapnya sebagai berikut!

 

Pertanyaan:

 

Bagaimana tata cara membayar kafarat batalnya puasa ramadhan karena bersetubuh dengan istri? Dapatkah saya melunasi/membayar melalui Yakesma?

 

Jawaban Apa Itu Kafarat?

 

Secara bahasa, kaffârah (Arab) — sebagian kita mengenalnya dengan istilah kifârah atau kifarat/kafarat — berasal dari kata kafran yang berarti ‘menutupi’. Maksud ‘menutupi’ di sana adalah menutupi dosa. Secara harfiah, menutupi dalam kafarat yakni menutupi dosa. Maka dari itu secara singkat , kafarat adalah tindakan yang dapat menutupi dan meleburkan dosa agar hukuman di dunia dan akhirat tidak berat. 

 

Cara kerja kafarat kurang lebih seperti denda. Bukan hanya menjalani hukumannya agar selesai, namun juga kafarat menjadi momen refleksi diri agar manusia serius melaksanakan taubat (taubatan nasuha) dari dosa yang telah diperbuat. Dalam buku Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam) Karya Ali Geno Berutu, ada 6 macam kafarat dalam islam, yaitu:

 

  1. Pembunuhan
  2. Zhihar, yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan punggung istri. Kelihatannya sepele, akan tetapi islam melarang seorang suami mengucapkan kalimat sejenis itu, karena ia menyamakan istri dengan ibu kandung sang suami. Ungkapan tersebut terdengar seperti menggauli ibu sendiri dan itu termasuk tindakan yang diharamkan.
  3. Jimak (berhubungan badan) di bulan Ramadhan.
  4. Melanggar sumpah atas nama Allah.
  5. Ila’, yaitu sumpah suami untuk tidak menafkahi istri secara batin dalam waktu tertentu.
  6. Membunuh binatang buruan saat ihram.

 

Dari penjelasan diatas, kita tahu bahwa orang yang sengaja merusak puasanya di bulan Ramadhan dengan senggama atau hubungan seksual, wajib menjalankan kifarat ‘udhma (kafarat besar).

 

Kafarat hubungan badan pada siang hari bulan Ramadhan sama seperti kifarat Zhihar, yaitu memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman, berpuasa selama dua bulan berturut-turut atau jika tidak mampu juga maka ia wajib memberikan makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud (1kg kurang).

 

Hukum kafarat diatas berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

 

Disebutkannya, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW. Lantas berkata, 

 

“Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan.”

 

Rasul SAW bersabda,

 

“Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.”

 

Dijawab oleh laki-laki tersebut,

 

“Aku tidak mampu.”

 

Beliau bersabda kembali,

 

“Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.”

 

Dijawab kembali laki-laki tersebut,

 

“Aku tidak mampu.”

 

Beliau kembali bersabda,

 

“Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin.”

 

(HR. Al-Bukhari)

 

Bagaimana Hitungan Pembayaran Kafarat-Jima’?

 

Pada dasarnya kafarat jima’ saat berpuasa di bulan Ramadhan berdasarkan ketentuan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada salah satu sahabatnya yang berjimak di siang hari bulan ramadhan, antara lain adalah:

 

  1. Kafarat dalam bentuk berpuasa dua bulan berturut-turut tanpa putus. Namun jika tidak mampu, maka membayarnya dengan menyajikan hidangan kepada orang-orang miskin.
  2. Membayar kafarat dengan memberi makan 60 orang miskin, diutamakan yang ada disekitar lingkungan kita, Apabila tidak mampu, dalam arti lain tidak dapat mendata dan mencari 60 orang tersebut, maka dapat diwakilkan oleh pihak kedua yang mampu mencarikan. Dalam hal ini, lembaga-lembaga sosial seperti Yakesma dapat diamanahi untuk melakukannya, karena Yakesma memiliki data orang-orang yang berhak menerima bantuan.

 

Sedangkan untuk kadar kafarat memberi makan ini untuk masing-masing orang adalah sebanyak 1 mud (kurang lebih 750 gram) makanan pokok, seperti beras. Dengan demikian, beras yang digunakan adalah sebanyak 45 kilogram. Ini berdasarkan hitungan dalam mazhab syafi’i yang mengharuskan membayar denda dengan makanan pokok.

 

Kemudian, bila pembiayaan dengan makanan pokok ini sulit atau sangat merepotkan, maka dalam mazhab hanafi diperbolehkan membayar kafarat dengan nominal uang yang mengikuti kadar kafarat dalam mazhab ini, yaitu 1 Shaa’ atau 3,25-3,8 kilogram untuk satu orang penerima dengan total 195 kg.

 

Bila harga beras rata-rata adalah Rp 10.000,-/Kg, maka 3.25 kg = 32.500 / orang. Maka totalnya adalah 60 x 32.500 = Rp 1.950.000,-. Meskipun dalam mazhab hanafi dibolehkan membayar dengan nilai uang, namun memang lebih utama untuk menggunakan pandangan mayoritas ulama (jumhur ulama), yaitu dengan makanan pokok, dan umumnya bisa diberikan langsung oleh pembayar kafarat, jika tidak ada kesulitan.

 

Siapakah yang Harus Membayar Denda Kafarat-Jima’?

 

Pihak yang dikenai kafarat hanyalah suami, adapun istri dianjurkan mengqodho. Jika istri dalam keadaan terpaksa saat melakukan jima’, seperti adanya ancaman siksaan atau dipukul, maka istri tidak turut dalam membayar kafarat sama sekali, baik membantu untuk menebus dengan makanan atau puasa selama dua bulan berturut-turut (60 hari).

 

Meskipun begitu, ada pendapat ulama Hanafiah dan Malikiah yang memaparkan bahwa suami istri wajib menanggung kafarat jika keduanya melakukan perbuatan tersebut secara sukarela atau tanpa paksaan.

 

Di satu sisi, saat suami telah tiada dan belum sempat melunasi kafarat, maka istri pun tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran kafarat suaminya. Kalau sanggup, istri dapat berusaha untuk mengqadha puasa dan bertaubat agar tidak mengulanginya kembali.

 

Hal terpenting disini adalah bertaubat dan berjanji kepada Allah untuk tidak mengulangi perbuatan membatalkan puasa seperti ini pada bulan ramadhan di kemudian hari.

 

Niat Puasa Kafarat

 

Secara tata cara, puasa kafarat sama seperti puasa yang lain. Namun perbedaannya terletak pada waktu pelaksanaannya, yaitu 2 bulan berturut-turut (60 hari) dan niatnya.

 

نوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ لِكَفَارَةِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

 

Bacaan latin: “Nawaitu sauma ghadin likaffarin lillahi ta’ala.”

 

Artinya: “Saya niat puasa esok hari untuk menunaikan kafarat (dalam hati menyebutkan puasa kafaratnya) fardhu karena Allah Ta’ala.”

 

Itulah pembahasan mengenai kafarat puasa. Jaga puasa kita dari segala macam godaan, tingkatkan ibadah dan amal kita di bulan yang penuh berkah ini dengan berzakat, infak, sedekah dan wakaf.

 

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2023 - Yayasan Kesejahteraan Madani