Mengembalikan Tradisi Memberi dan Kedermawanan

Kali ini dengan izin Allah Subhanahu wata’ala kita akan membicarakan penuturan Ummul Mu’minin Aisyah radhiyalLâhu ‘anhâ tentang salah satu akhlak Rasulullah SAW. Sebagaimana diriwayatkan al-Bukhary, Muslim dan Baihaqiy, Aisyah menuturkan bahwa Rasulullah shallalLâhu ‘alaihi wasallam adalah sosok yang sangat dermawan, dan ketika memasuki bulan Ramadhan beliau menjadi sangat lebih dermawan melebihi angin sepoi-sepoi yang bertiup. Kedermawanan yang sangat luar biasa.

Siapa di antara manusia di bumi-Nya yang tak pernah mendapatkan sentuhan/tiupan angin. Itu adalah nikmat Allah yang diberikan kepada siapa saja dari makhluk-Nya tanpa memandang apakah mereka taat atau maksiat, baik atau buruk, dan sebagainya.

Kedermawanan Rasulullah shallalLâhu ‘alaihi wasallam makin terkuak saat beliau meninggal dunia. Satu demi satu kedermawanan beliau diketahui oleh para sahabatnya. Kedermawanan yang bukan sekedar diajarkan, tetapi kedermawanan yang dicontohkan dengan luar biasa.

Pemahaman, bahwa harta tak bisa dibawa mati seseorang tak selamanya tepat. Redaksi pasnya mungkin bisa ditakwilkan begini; harta manusia takkan bisa dibawa mati sendiri. Karena Allah telah memberikan cara membawa harta hingga sampai pada kehidupan setelah mati dan nantinya di hari kebangkitan. Yaitu, dengan cara dititipkan ke banyak orang. Harta yang dikaruniakan Allah kepada manusia ini bisa bermanfaat dan menjadi bekal kematian, dengan syarat tidak dibawa sendiri. Ada berbagai proyek penitipan harta yang ditunjukkan oleh Allah.

Kedermawanan pada hakikatnya dimotivasi oleh pemahaman pelakunya terhadap anjuran kebaikan ini. Jika Allah di dalam al-Quran menyebutnya secara bertingkat, maka itu sebagai isyarat bahwa kedermawanan adalah pilihan dan sikap yang terus bertingkat dan tiada ujungnya. Dalam Islam ada kedermawanan yang bersifat wajib, sharing (berbagai) yang harus dilakukan, yang dikenal dengan ZAKAT. Bahkan kewajiban utama setiap muslim bernama ZAKAT FITRAH spirit utamanya bukan spirit kekayaan dan kemampuan, tetapi spirit berbagi dan membersihkan jiwa. Dengan semangat memberi. Maka zakat fitrah diwajibkan bagi siapa jiwa yang memiliki makanan. Bahkan jika ada seorang bayi yang terlahir di sore hari terakhir di bulan Ramadhan, maka ayah atau walinya wajib mengeluarkan zakat fitrah untuknya.

Demikian halnya, zakat mal dan zakat-zakat turunannya. Adalah bagian dari pembiasaan tradisi memberi dan kedermawanan.

Allah juga memotivasi sedekah dan infak dengan gambaran-gambaran dahsyat keutamaan dan reward yang dijanjikannya. Pelipatan nilai kebaikan yang hanya diketahui oleh-Nya. Perumpamaan kedermawanan ini Allah gambarkan bagai taman dan tumbuhan di atas bukit, yang jika ada hujan deras maka ia akan terkena air terlebih dahulu, jika hanya ada gerimis maka airnya hanya akan mengenai tanaman-tanaman tersebut. Lihat QS. Al-Baqarah: 265.

Menariknya, selain memotivasi sedekah dan infak setelah mewajibkan zakat, Allah menyebut juga dengan sebutan pinjaman yang baik “qardhan hasanan”. Mengapa sampai adalah istilah pinjaman ini. Siapakah kita, sehingga Allah sampai menyebut kelaikan memberi pinjaman kepada-Nya? Coba renungkanlah ayat-ayat berikut: QS. Al-Baqarah: 245, Al-Maidah: 12, Al-Hadid: 11, 18, At-Taghabun: 17 dan Al-Muzammil: 20.

Bukankah, seharusnya Allah cukup mewajibkan zakat dan –hampir selalu- mengaitkannya dengan shalat merupakan indikasi sebuah keharusan (kewajiban)?

Ini soal rasa. Soal kelembutan hati. Allah ta’ala, ingin mengetuk orang-orang mukmin yang berhati lembut. Setelah diwajibkan zakat dan dimotivasi untuk bersedekah dan berinfak, Allah menggelitik orang-orang baik untuk meminjamkan hartanya kepada Allah.

Bukankah harta ini milik-Nya. Mengapa Allah perlu “meminjam”?

Gaya bahasa al-Quran ini bukan sekedar indah dalam penuturan dan susunan kalimat serta pilihan katanya, tetapi juga mengena hati pembacanya. Jika seseorang “tahu diri”, bahwa semua fasilitas hidupnya adalah pemberian Allah, kemudian untuk menjadikan dirinya dermawan Allah “perlu” meminjam dari dirinya, sungguh sangat terlalu jika ia kemudian mengabaikan tawaran kebaikan dan transaksi dahsyat nan luar biasa ini.

Lihat pula motivasi-motivasi kebaikan lainnya dalam ayat-ayat-Nya atau hadis Nabi-Nya. Yang terbaik di antara kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya. Demikian penuturan Rasulullah shallalLâhu ‘alaihi wasallam. Bahwa ending dari mempelajari Alquran adalah menebar kemanfaatan yang lebih luas, yaitu dengan memberikan isinya, mengajarkannya. Lihat pula sifat Rabbaniyyin dalam surah Ali Imran: 79. “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbâni, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab…” Mengajarkan adalah salah satu jenis kedermawanan dan memberi. Dan itu mustahil dilakukan ketika seseorang berada dalam ketidakberdayaan. Maka seorang yang rabbaniy perlu untuk “…kamu tetap mempelajarinya”.

Jika Anda punya harta yang dilimpahkan Allah, segeralah tunaikan zakat dan giat bersedekah kemudian menaikkan grade dengan berani dan mampu memberikan pinjaman yang baik kepada Allah.

Jika Anda punya ilmu yang diberikan Allah, tetaplah untuk terus belajar dan mulailah bertransaksi kebaikan dengan mengajarkannya.

Jika Anda sanggup tersenyum pagi ini, segeralah tersenyum. Tebarkanlah senyum shadaqah, dengan iringan salam yang akan damaikan dunia yang mulai kehilangan cinta.

Jika Anda punya waktu yang juga karunia Allah, sempatkanlah membaca dan mempelajari al-Quran. Targetkan untuk menjadi seorang rabbaniy yang akan mengajarkan kitab-Nya kepada sebanyak mungkin masyarakat yang bisa dijangkau.

Jika Anda punya semangat. Segera motivasi dan tularkan sebanyak mungkin orang-orang yang Anda cintai di sekeliling Anda. Berikanlah kepada siapa saja orang-orang yang memerlukannya. Agar kebaikan ini mudah dan masif dilakukan oleh banyak orang.

Jika Anda merasa tak memiliki apa-apa, maka itu mustahil terjadi. Karena Allah selalu membekali hamba-Nya dengan berbagai kebaikan dan karunia-Nya. Maka, tak ada alasan untuk tidak mengembalikan tradisi kedermawanan dan memberi. Untuk membangun kembali pondasi kebaikan dan kebangkitan umat Islam.

Masih ada waktu untuk berjuta kebaikan di bulan mulia. (Dr. KH. Saiful Bahri, Lc., MA)

 

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2023 - Yayasan Kesejahteraan Madani