Zakat Sebagai Solusi Masa Depan BPJS Kesehatan

Beberapa bulan terakhir, BPJS Kesehatan menjadi isu yang ramai diperbincangkan masyarakat Indonesia. Hal tersebut terkait dengan permasalahan defisit BPJS Kesehatan yang hingga kini belum terselesaikan.

Berdasarkan catatan laporan keuangan BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa dari awal berdirinya BPJS Kesehatan pada tahun 2014 hingga saat ini terjadi defisit yang terus meningkat. Defisit 3,8 Triliun pada tahun awal berdirinya yang kemudian merangkak terus hingga mencapai angka 10 Triliun di tahun 2017. Walau demikian, BPJS Kesehatan masih berupaya untuk memperluas cakupan kepesertaan BPJS, mengingat UU No. 24 tahun 2011 mewajibkan setiap warga negara untuk menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris mengatakan bahwa target cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan tahun 2019 adalah 95% dari total penduduk atau sekitar 230 juta jiwa. Sementara itu total peserta BPJS Kesehatan yang telah terdaftar per November 2018 adalah sebesar 77% dari total penduduk.

Tingginya angka kepesertaan BPJS Kesehatan tidak serta merta dapat menjawab permasalahan defisitnya dana BPJS. Angka kepesertaan semakin banyak diikuti pula oleh semakin tingginya angka defisit. Hal tersebut dikarenakan sekitar lebih dari separuh peserta BPJS Kesehatan yaitu sekitar 120 juta jiwa atau 58% dari total peserta per November 2018 merupakan penduduk miskin di mana dananya ditanggung oleh pemerintah. Selain itu, peserta BPJS Kesehatan lainnya membayar iuran yang cukup rendah. Sehingga premi yang diterima lebih kecil daripada tagihan klaim. Hal tersebutlah yang menjadi pokok permasalahan defisitnya dana BPJS walau jumlah pesertanya semakin banyak.

“Ada posisi bahwa iuran itu underprice (terlalu rendah). Kondisi iuran ini menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibandingkan premi per orang per bulan”. Kata Fachmi dalam rapat dengar pendapat Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta (17/09/2018).

Beberapa pihak terkait telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan defisit. Namun sejauh ini usaha tersebut belum menghasilkan dampak yang cukup signifikan dalam mengurangi defisit BPJS Kesehatan. Misalnya upaya dengan suntikan dana pemerintah untuk menutupi defisit, meskipun dapat mengurangi jumlah defisit, namun solusi dengan cara tersebut ibarat tambal sulam. Artinya tidak dapat langsung terselesaikan dengan hanya mengandalkan suntikan dana pemerintah. Permasalahan yang cukup kompleks ini harus diselesaikan dengan memperhatikan berbagai macam aspek.

Disisi lain, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar didunia mempunyai potensi besar dalam hal keuangan melalui dana zakat. Bahkan BAZNAS menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia adalah sebesar 286 Triliun rupiah per tahun.

Seperti yang telah diketahui bahwa zakat merupakan salah satu rukun Islam, di mana hukum membayar zakat adalah wajib bagi seorang muslim yang mampu. Selain itu, zakat merupakan ibadah yang mempunyai dua dimensi. Di mana zakat menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah sebagai Tuhannya juga merupakan kewajiban kepada sesama manusia. Sehingga secara otomatis zakat mempunyai fungsi sosial khususnya terkait pengentasan kemiskinan. Tak heran zakat diidentikkan sebagai ciri dari sistem keuangan Islam.

Kaum fakir dan miskin adalah dua di antara orang yang berhak menerima zakat sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60. Bahkan mereka adalah golongan yang diprioritaskan dalam penyaluran zakat.

Jika ditinjau lebih jauh, terdapat benang merah antara polemik yang dihadapi BPJS kesehatan dengan zakat. Di mana peserta BPJS Kesehatan dari golongan kaum fakir dan miskin saat ini mendominasi kepesertaan BPJS kesehatan di mana dananya full di-back-up pemerintah sehingga menjadi salah satu penyebab defisit. Adapun dalam zakat, kaum fakir dan miskin merupakan golongan yang berhak menerima zakat.

Oleh karenanya, bukan tidak mungkin ke depannya dana zakat dapat dijadikan solusi alternatif sebagai sumber dana yang dapat dikelola untuk mem-back up Jaminan Kesehatan kaum fakir dan miskin. Namun hal tersebut tentunya dengan berbagai catatan.

Pertama, sistem jaminan kesehatan yang perlu diperbaiki. Mengingat dana zakat harus dikelola sesuai syariah. Oleh karenanya sistem jaminan kesehatan harus menggunakan prinsip syariah. Di mana pengelolaannya diatur secara jelas dan mematuhi prinsip Islam. Seperti yang kita ketahui bahwa MUI mengeluarkan fatwa yang menyatakan BPJS Kesehatan yang digunakan saat ini tidak sesuai syariah, di mana terdapat unsur ketidakjelasan dalam akad dan pengelolaannya. Ke depannya jaminan kesehatan khususnya untuk kaum fakir dan miskin harus berlandaskan prinsip syariah.

Selain itu, harus dibedakan antara pengelolaan BPJS Kesehatan untuk kaum fakir miskin dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut terkait dengan sumber dana yang digunakan. Untuk menghindari gharar, tidak boleh tercampur antara pengelolaan dana yang bersumber dari zakat dengan iuran dari masyarakat. Oleh karena itu harus dipisahkan.

Kedua, potensi zakat harus dimaksimalkan. Peran Lembaga Amil Zakat perlu ditingkatkan dalam mengumpulkan dana zakat. Diperlukan sistem dan database muzakki yang terintegrasi dan terpusat untuk mendukung pengumpulan dana zakat. Selain itu juga diperlukan regulasi pemerintah untuk memperkuat kedudukan BAZNAS. Bahkan jika perlu, BAZNAS dijadikan sebagai lembaga struktural pemerintah. Dengan harapan pengumpulan dan pendistribusian dana zakat dapat lebih optimal.

Ketiga, adanya integrasi antara pemerintah, BAZNAS dan Pengelola BPJS Kesehatan. Karena dalam pengelolaan dana zakat harus hati-hati dan sesuai prinsip Islam, maka diperlukan kerja sama antara BAZNAS dan BPJS Kesehatan dalam mengelola dana zakat untuk jaminan kesehatan kaum fakir dan miskin.

Keempat, masih terkait optimalisasi penghimpunan zakat. Diperlukan integrasi antara zakat dan pajak. Sejauh ini zakat dijadikan sebagai pengurang pajak. Namun ke depannya, bukan tidak mungkin bahwa zakat dapat dijadikan pengganti pajak bagi umat Islam. Sementara non muslim tetap dengan istilah pajak. Hal tersebut dikarenakan dalam membayar zakat, umat Islam akan sepenuh hati dalam melaksanakannya karena jelas merupakan tuntunan agama. Selain itu juga dalam pengelolaan zakat harus dilaporkan secara transparan dan terbuka.

Pajak yang selama ini digaungkan untuk kesejahteraan masyarakat namun penggunaannya secara tidak khusus digunakan untuk menangani masalah kemiskinan sebagai masalah primer. Sementara zakat diprioritaskan untuk menangani masalah kemiskinan.

Kelima, sebelum menggunakan Zakat sebagai sumber dana BPJS Kesehatan kaum fakir dan miskin. Permasalahan BPJS Kesehatan saat ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Misalnya dengan menaikkan iuran atau mengontrol jumlah PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang terdiri dari fakir dan miskin dsb-nya.

Dapat disimpulkan bahwa dalam mewujudkan zakat sebagai solusi atas polemik BPJS Kesehatan harus didahului dengan optimalisasi dan perapian sistem penghimpunan zakat dan penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi saat ini. Meskipun tidak mudah, bukan tidak mungkin hal tersebut dapat tercapai.

 

sumber: Dakwatuna

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2023 - Yayasan Kesejahteraan Madani