Pengertian dan Macam-macam Wakaf

Wakaf yang lebih banyak dikenal oleh kaum muslimin umumnya berupa tanah wakaf untuk dibangun tempat ibadah di atasnya. Wakaf untuk masjid, sekolah, pesantren, adalah jenis yang juga populer.

Makna dan obyek wakaf sebenarnya tidak hanya berupa tanah atau untuk sarana ibadah saja, namun lebih luas dari itu. Hal ini yang belum banyak diketahui kaum muslimin, terutama di Indonesia.

Karena itulah dalam pembahasan kali ini akan diulas konsepnya secara lengkap, jadi jangan sampai tidak membacanya sampai akhir, ya!

Pengertian Wakaf

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) makna wakaf menurut bahasa artinya benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas.

Secara definisi tersebut, terdapat 3 hal yang harus digarisbawahi, bahwa maknanya adalah:

  1. Berupa benda bergerak atau tidak bergerak
  2. Disediakan untuk kepentingan umum umat Islam
  3. Diberikan secara ikhlas tanpa paksaan

Secara pemaknaan bahasa Arab, wakaf adalah berasal dari kata waqafa yang berarti berhenti, menahan, diam di tempat, atau tidak dipindahkan (kepemilikannya).

Sedangkan menurut istilah dan pemahaman fikih, para ulama memiliki beda pendapat tentang makna wakaf. Hal ini disebabkan karena memang pembahasannya tidak detil dan tekstual dalam Alquran.

Definisi Menurut Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah ini memiliki makna menahan sebuah benda dalam penguasaan wakif (pemberinya), untuk diambil manfaatnya bagi kebaikan.

Bila mengikuti pendapat ini, berarti benda atau barang yang diwakafkan tidak pernah dilepaskan kepemilikannya dari si wakif. Bahkan wakif berhak mengambil kembali atau menjualnya.

Saat wakif meninggal, barang atau benda tersebut jadi warisan kepada keluarganya. Sehingga ahli waris berhak juga mengambil kembali atau menjual.

Jadi menurut pendapat Imam Abu Hanifah, wakaf hanyalah bentuk menyumbangkan atau menyedekahkan manfaat dari benda atau barang milik wakif, kepemilikannya tidak berpindah.

Definisi Menurut Mazhab Maliki

Pendapat mazhab Maliki adalah bahwa status benda atau barang yang diwakafkan tetap menjadi milik wakif, tetapi wakif tidak boleh melepaskan kepemilikannya kepada orang lain.

Wakif juga memiliki kewajiban menyedekahkan manfaat dari benda atau barang tersebut, untuk digunakan oleh masyarakat atau penerimanya.

Mazhab Maliki tidak membolehkan wakaf kekal (selamanya), dalam arti wakafnya hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu yang diberikan dengan mengucap ikrar oleh wakif.

Namun selama jangka waktu tersebut, wakif tidak boleh memindahkan kepemilikan barangnya kepada orang lain, termasuk kepada anak atau saudara.

Definisi Menurut Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal

Menurut mazhab Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal, ketika sebuah benda atau barang telah diwakafkan, maka dilepaskanlah kepemilikannya dari wakif.

Artinya setelah prosedur perwakafan selesai, benda atau barang tersebut berstatus milik Allah atau umat Islam secara umum. Ini sesuai dengan definisi menurut mazhab Syafi’i, yaitu:

“Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).”

Setelah diwakafkan, wakif tidak berhak lagi untuk memperlakukan barang atau benda tersebut seperti milik sendiri, tidak boleh dijual atau dipindahkan kepemilikannya kepada orang lain, tidak boleh diwariskan ketika meninggal, dan tidak boleh melarang penyaluran manfaat dari benda atau barang tersebut kepada mauquf’alaih (yang menerima wakaf).

Konsep yang Berlaku di Indonesia

Lalu bagaimana konsep yang diakui pemerintah Indonesia? Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Wakaf menjelaskan bahwa maknanya adalah:

“Perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

Istilah-istilah yang Perlu Diketahui

Sebelum membahas lebih lanjut tentang hal ini, ada beberapa istilah yang harus diketahui untuk memahami penjelasan seputar wakaf. Di antaranya adalah:

Wakif

Merupakan pemilik atau pihak yang mewakafkan barang atau benda miliknya.

Ikrar

Adalah sighat yang disampaikan oleh wakif, sebagai pernyataan kesediaan untuk mewakafkan barang atau benda miliknya.

Shigat wakaf bisa berupa ucapan lisan, bisa juga berupa tulisan yang ditandatangani dalam dokumen atau sertifikat.

Nazir

Merupakan pihak atau badan hukum yang bertugas menerima barang atau benda yang diwakafkan, memelihara, mengurus, mengelola, menyalurkan dan mengembangkannya sesuai kesepakatan.

Akta Ikrar Wakaf

Disingkat sebagai AIW, Akta Ikrar Wakaf merupakan surat pernyataan yang akan menjadi bukti ikrar penyerahan barang atau benda dari wakif, untuk dikelola oleh nazir sesuai kesepakatan yang tertuang di dalam akta.

Mauquf’alaih

Orang atau lembaga yang berhak menerima wakaf disebut mauquf’alaih. Mauquf’alaih harus secara tegas dinyatakan dalam ikrar, kepada siapa atau apa manfaat barangnya ditujukan.

Dasar Hukum Wakaf

Walaupun tidak tegas diperintahkan dalam Alquran, para ulama sepakat bahwa hukum wakaf adalah sunnah. Pendapat tersebut disandarkan pada dalil-dalil umum Alquran, seperti di bawah ini:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (QS Ali Imran : 92)

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS Al Baqarah : 267)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Baqarah 2 : 261)

Hukumnya baru dibahas lebih jelas di dalam hadist tentang wakaf, sebagaimana berikut ini:

“Dari Ibnu Umar ra, bahwa Umar bin Khattab mendapatkan bagian tanah di Khaibar, kemudian ia menemui Nabi Muhammad untuk meminta saran. Umar berkata: “Wahai Rasulullah SAW, aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan kepadaku dengan kekayaan tersebut?” Nabi bersabda: “Jika kamu mau, kau bisa mewakafkan pokoknya dan bersedekah dengannya.” (HR Bukhari)

Berdasarkan hadits tersebut, Imam Ash-Shan’ani dalam kitab Subulus Salam, menyatakan, “Perlu diketahui bahwa wakaf pertama dalam Islam adalah wakaf dari Umar bin Khattab.”

Perbedaannya dengan Zakat, Infak, Sedekah

Pada dasarnya mewakafkan harta adalah bagian dari infak fi sabilillah, bisa juga disamakan dengan sedekah jariyah, walau terdapat beberapa hal yang membedakannya dengan infak, sedekah, maupun zakat.

Wakaf disebut sedekah jariyah karena manfaatnya yang tidak akan terputus bahkan sampai wakif meninggal dunia.

Adapun perbedaannya dengan zakat, infak dan sedekah, dibagi berdasarkan hukumnya, kapan waktu pengeluarannya, siapa penerima manfaatnya, serta apa obyek pemberiannya.

Perbedaan Hukum

Berwakaf hukumnya sunnah, sama seperti infak dan sedekah, berbeda dengan zakat yang hukumnya wajib.

Perbedaan Waktu Ditunaikan

Seperti infak dan sedekah, mewakafkan harta juga dapat dikeluarkan atau diserahkan kapan saja, tidak terikat oleh waktu tertentu.

Hal ini tentu berbeda dengan zakat yang waktunya ditentukan, di bulan Ramadan, atau saat haul, atau saat panen.

Perbedaan Penerima Manfaat Wakaf

Siapapun dapat menjadi penerima manfaat apabila telah disebutkan dalam ikrar yang dilakukan wakif.

Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan infak dan sedekah yang dapat diberikan kepada siapa saja, namun berbeda dengan zakat yang hanya boleh diberikan kepada 8 golongan.

Perbedaan Obyek Pemberian

Perbedaan yang jelas dengan zakat, infak dan sedekah, adalah pada obyek pemberian.

Obyek wakaf adalah benda atau barang yang harus bisa dikelola, dipelihara, dijaga dalam waktu lama, agar menghasilkan manfaat sebesar-besarnya dan berkelanjutan bagi para penerima.

Sedangkan zakat, infak, maupun sedekah, obyeknya adalah barang atau benda yang harus langsung disalurkan kepada yang berhak, untuk digunakan sampai habis manfaatnya.

Rukun dan Syarat Wakaf

Terdapat beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi agar pelaksanaan wakaf menjadi sah. Syarat merupakan hal-hal yang harus ada saat seseorang berwakaf, sedangkan rukun merupakan urutan tata cara pelaksanaannya.

Syarat Berwakaf

Agar wakaf dapat terlaksanakan, syarat-syarat berikut ini harus terpenuhi:

  1. Waqif atau pihak yang menyerahkan barang
  2. Nazir atau pihak yang akan bertanggung jawab mengelola barang dari wakif
  3. Barang atau benda yang diwakafkan
  4. Ikrar wakaf sebagai bentuk kesepakatan dan komitmen wakif dengan nazir
  5. Peruntukan barang atau benda yang diwakafkan
  6. Jangka waktu

Rukun Wakaf

Rukun merupakan urutan atau tata cara pelaksanaan wakaf. Pelaksanaannya akan menjadi tidak sah apabila salah satu dari rukun tidak terlaksana. Rukunnya adalah seperti di bawah ini:

  1. Pihak wakif memberikan harta benda yang diwakafkan
  2. Harta benda tersebut diterima oleh nazir (atau langsung oleh mauquf’alaih), baik berupa lembaga atau perorangan
  3. Barang atau benda yang diwakafkan harus berwujud dan tersedia saat diserahterimakan
  4. Wakif melakukan ikrar wakaf secara lengkap dan jelas
  5. Setelah diserahterimakan, harta benda wakaf menjadi milik umat (mauquf’alaih) dan tidak dapat diambil lagi oleh pihak wakif

Macam-macam Wakaf

Para ulama membagi macam-macamnya ke dalam empat kelompok, yaitu berdasarkan waktu, penggunaan, obyek harta, dan peruntukannya. Masing-masing kelompok terdiri dari macam-macam jenis yang berbeda.

Macam-macam Wakaf atas Dasar Waktu

Pengelompokan jenis ini terdiri atas dua macam, yaitu waqaf muabbad dan mu’aqqat. Apa perbedaan keduanya? Penjelasannya seperti di bawah ini:

Waqaf Muabbad

Jangka waktu jenis ini adalah selamanya, sehingga bisa digunakan dan diambil manfaatnya dalam jangka sangat panjang.

Waqaf muabbad tidak boleh diambil kembali oleh wakif setelah diserahterimakan, tidak juga dapat diwariskan kepada anak keturunan wakif.

Waqaf Mu’aqqat

Berbeda dengan waqaf muabbad, untuk jenis ini hanya dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu, umumnya di atas 10 tahun. Setelah jangka waktu tercapai, waqaf dapat diambil kembali oleh wakif. Jangka waktu pengelolaan harus disebutkan dalam ikrar dan dicatat dalam akta, sehingga nazir dapat mengelola wakafnya sampai waktu yang telah disepakati.

Manfaat atau keuntungan dari hasil kelola waqaf mu’aqqat akan disalurkan oleh nazir kepada mereka yang berhak menerimanya.

Macam-macam Wakaf atas Dasar Penggunaannya

Berdasarkan penggunaan barang atau benda yang diwakafkan, terdapat 2 macam pembagian yaitu ubasyir (dzati) dan mistitsmary. Penjelasan keduanya adalah sebagai berikut:

Waqaf Ubasyir (Dzati)

Waqaf ini digunakan dalam bentuk pelayanan kepada umat Islam. Contoh wakafnya adalah rumah sakit, sekolah, kendaraan rumah sakit, dan lain sebagainya.

Waqaf Mistitsmary

Waqaf mistitsmary digunakan dalam bentuk penanaman modal pada usaha atau bisnis yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Hasil margin dari penanaman modal tersebut akan disalurkan oleh nazir kepada mereka yang berhak menerimanya.

Contoh dari waqaf mistitsmary adalah waqaf saham syariah, yang tentunya merupakan penanaman modal di perusahaan yang terbebas dari barang atau transaksi haram.

Macam-macam Wakaf atas Dasar Obyek Harta

Macam wakaf berikutnya dibedakan berdasarkan obyek hartanya. Pembagian jenis wakafnya adalah seperti berikut ini:

Obyek Harta Tidak Bergerak

Harta tidak bergerak adalah harta yang tidak bisa dipindahkan lokasinya. Contoh dari jenis ini adalah wakaf gedung, sumur, tanah, kebun, dan sebagainya.

Untuk jenis ini, wakif masih menguasai penuh sertifikat atau surat-surat resmi dari obyek harta, kecuali setelah diubah dalam wujud sertifikat wakaf.

Wakaf Uang

Jenis ini menjadi cukup populer di era kontemporer, yaitu wakaf uang. Obyek hartanya adalah uang dan surat berharga seperti saham perusahaan.

Dengan jumlah uang yang diwakafkan tersebut, nazir dapat menggunakannya untuk membeli tanah, membangun gedung atau prasarana dan barang lainnya, yang tidak boleh dijual atau dihibahkan.

Hikmah wakaf uang atau tunai ini, wakif dapat patungan untuk membeli tanah di daerah strategis, atau hal-hal baik lainnya yang sulit dilakukan dengan harta selain uang.

Obyek harta berupa waqf al nuqud tidak dikenal di masa Rasulullah SAW. Adalah Imam Az Zuhri yang memulai anjurannya, dengan fatwanya yang membolehkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan prasarana kaum muslimin.

Kemudian pada abad ke-15 hijriah, jenis ini menjadi wakaf yang umum di pemerintahan Turki Utsmani. Praktiknya bahkan berjalan selama hampir 300 tahun di Turki.

Obyek Harta Bergerak non Uang

Obyek harta bergerak selain uang dapat berupa hak atas kekayaan intelektual (HAKI), hak sewa, kendaraan, wakaf quran, serta barang atau benda bergerak lainnya yang sesuai syariat Islam.

Macam-macam Wakaf atas Dasar Peruntukan

Wakaf jenis ini dikelompokkan berdasarkan nilai kemanfaatannya bagi orang lain. Berikut adalah masing-masing pembagiannya:

Waqaf Khairi

Merupakan wakaf produktif yang dapat memberi manfaat terus-menerus tanpa terputus. Contohnya adalah wakaf sumur, masjid, rumah sakit, sekolah, dan lain-lain.

Wakaf Ahli atau Waqaf Dzurri

Adalah wakaf yang peruntukannya adalah memberi manfaat kepada ahli keluarga (dzurriyah). Hal seperti ini pernah dicontohkan oleh Abu Thalhah radhiyallahu’anhu yang mewakafkan harta untuk keluarga pamannya.

Waqaf Musytarak

Jenis ini merupakan kombinasi antara waqaf khairi dan ahli (waqaf dzurri), yaitu manfaat wakafnya ditujukan untuk ahli keluarga wakif dan juga masyarakat umum.

Contoh wakaf jenis ini adalah ketika wakif mewakafkan toko miliknya dengan ikrar 50% hasil pengelolaan toko untuk ahli keluarga dan 50% lainnya untuk umat Islam. Dapat juga berupa pemberian sumur yang boleh digunakan bersama antara ahli waris dan masyarakat.

Menjadi Pengelola Wakaf (Nazir)

Kata nazir berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti menjaga atau memelihara. Jadi nazir adalah orang atau lembaga yang bertugas menjaga serta mengelola harta wakaf.

Tugas, fungsi, wewenang dan hak nazir di Indonesia diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. Tugas nazir telah diatur sebagai berikut:

  1. Melakukan pencatatan dan hal administratif lain terhadap barang atau benda dari wakif
  2. Merawat, mengembangkan dan mengelola barang atau benda tersebut sesuai dengan peruntukannya yang disepakati lewat Akta Ikrar Wakaf (AIW)
  3. Melindungi dan mengawasi barang atau benda dari wakif yang telah diamanahkan kepadanya
  4. Melakukan pelaporan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementrian Agama

Sedangkan hak yang akan diperoleh nazir selama masa tugasnya, adalah seperti di bawah ini:

  1. Nazir berhak mendapatkan bimbingan dan pembinaan dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementrian Agama, seputar pelaksanaan tugasnya
  2. Nazir berhak memperoleh imbalan dari laba bersih pengelolaan barang atau benda wakaf, besar imbalan tidak boleh lebih dari 10% (sepuluh persen)

Dengan pengelolaan wakaf yang profesional dan lebih modern, semoga dapat memberi kemanfaatan lebih baik dan lebih luas kepada masyarakat dan kaum muslimin.

 

Sumber:

https://zakat.or.id/

https://sedekahair.org/

https://www.bwi.go.id/

https://jawapos.com/

https://rumaysho.com/

https://www.ocbcnisp.com/

https://baitulmal.acehprov.go.id/

 

 

 

 

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Tentang Kami
    Yayasan Kesejahteraan Madani (YAKESMA) didirikan pada 4 juli 2011, sebagai sebuah lembaga amil zakat yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan mereka yang telah berjasa dalam pengajaran pendidikan keterampilan pemberdayaan dan dakwah di masyarakat.
    Kontak Yakesma
    Jalan Teluk Jakarta No.9
    Komp. AL Rawa Bambu, Pasar Minggu,
    Jakarta Selatan 12520
    Telp: (021) 22 789 677 | WA. 0822 7333 3477
    Email: welcome@yakesma.org
    Sosial Media
    2023 - Yayasan Kesejahteraan Madani